K.H.Z Mustofa
KH Zainal Mustafa lahir di Desa Cimerah, Kecamatan
Singaparna, Tasikmalaya pada tahun 1899 dari pasangan Nawapi dan Ny. Ratmah.
Pada 1927 KH Zainal Mustafa mendirikan pesantren yang merupakan cita-citanya.
Pesantren yang ia dirikan dinamai Persantren Sukamanah.
Zainal Mustafa merupakan kiai muda yang berjiwa
revolusioner. Ia menganut paham pendidikan yang sifatnya "Non
Cooperation", tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Secara
terang-terangan ia mengadakan kegiatan yang membangkitkan semangat kebangsaan
dan sikap perlawanan terhadap pendudukan penjajah. Melalui khutbah-khutbahnya
ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda. Akibatnya pada 17
November 1941, KH. Zaenal Mustafa bersama Kiai Rukhiyat (dari Pesantren
Cipasung), Haji Syirod, dan Hambali Syafei ditangkap pemerintah dengan tuduhan
telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda.
Pemerintah Jepang yang menggantikan kekuasaan Belanda di
Indonesia Maret 1942 membebaskan Zainal Mustafa dengan harapan ia dapat
membantu Jepang. Namun ia malah memperingatkan para pengikut dan santrinya
bahwa fasisme Jepang itu lebih berbahaya dari imperialisme Belanda. Ia juga
menolak melakukan seikerei, yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan
membungkukkan diri 90 derajat kearah matahari terbit. Perbuatan tersebut
dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.Dalam setiap dakwahnya KH Zainal
Mustafa selalu menekankan pentingnya berjuang melawan penjajah kafir Jepang
yang lebih kejam dari Belanda dengan mendengungkan perang jihad. Secara
diam-diam santri Sukamanah telah merencanakan untuk melakukan tindakan sabotase
terhadap pemerintah Jepang.
Peristiwa ini merupakan awal dari peristiwa bersejarah yaitu
perlawanan terbuka santri Pesantren Sukamanah yang mengakibatkan gugurnya
puluhan santri Sukamanah. Para santri yang gugur dalam pertempuran itu
berjumlah 86 orang. Selain itu sekitar 700-900 orang ditangkap dan dimasukkan
ke dalam penjara di Tasikmalaya. KH. Zainal Mustafa sempat memberi instruksi
secara rahasia kepada para santri dan seluruh pengikutnya yang ditahan agar
tidak mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang, termasuk dalam
kematian para opsir Jepang, dan pertanggungjawaban tentang pemberontakan
Singaparna dipikul sepenuhnya oleh KH. Zainal Mustafa. Akibatnya, sebanyak 23
orang yang dianggap bersalah, termasuk KH. Zainal Mustafa sendiri, dibawa ke
Jakarta untuk diadili. Namun mereka hilang tak tentu rimbanya.
Faktor Pendorong Pemberontakan
Singaparna
Peristiwa pemberontakan Singaparna mempunyai dasar keagamaan
dan kebangsaan yang kuat. Cita-cita negara islam dijunjung tinggi di dalam hati
setiap rakyat sesuai dengan ajaran agama yang diajarkan. Demikian pula semangat
kemerdekaan sangat tebal dalam masyarakat Singaparna, yang terkenal
kebenciannya terhadap penjajahan. Pada masa kolonial Belanda pun daerah ini
mendapat pengawasan yang keras. Rakyat teguh beragama, tetapi teguh pula
memegang kebangsaannya.
Di atas dasar-dasar inilah tumbuh alasan-alasan untuk
memberontak terhadap totiliter Jepang. Adanya “Seikrei” yaitu mebungkuk
(menghormat) kearah Tokyo. Hal inilah yang sangat dibenci oleh santri-santri
karena berarti mereka disuruh untuk menyembah matahari. Cara menyembah ini
melukai hati umat yang beragama islam, seolah-olah merubah arah qiblat dari Tanah
Suci ke Jepang. Cita-cita “Dairul Islam”, yang telah meluas dan mendalam di
kalangan rakyat, tidaklah mungkin mengalah kepada gerakan “seikrei” ini yang
dilakukan oleh pemerintah Jepang pada tiap upacara.
Api perlawanan suci yang telah menyala sedemikian dalam hati
penganut islam di daerah ini, ditumpahi pula oleh kekejaman romusha dan
pengumpulan padi dan beras soal romusha sangat diderita oleh rakyat sebagai
pekerja paksaan di bawah ancaman bayonet, yang amat mengganggu dalam
kekeluargaan dan kedesaan. Demikian pula soal pengumpulan padi, Jepang sama
sekali tidak memerhatikan kesengsaraan hidup rakyat desa. Akibat perintah keras
dari militer Jepang terjadilah pemungutan dari syucokan melalui kenco (bupati),
gunco bahan makanan kini menderita kekurangan. Para petani tidak dapat lagi
merasakan hasil keringatnya, karena hampir seluruh hasilnya diangkut oleh
pemerintah Jepang.
Adapun hal yang menjadi latar belakang terjadinya
pemberontakan Singaparna diantaranya, yaitu :
1. Adanya “Seikrei” yaitu mengheningkan cipta membungkuk
(menghormat) kearah Tokyo. Hal inilah yang sangat dibenci oleh rakyat karena
mereka harus menyembah matahari.
2. Adanya kewajiban menyerahkan beras kepada Jepang pada
setiap panen sebanyak 2 kwintal. Hal
ini dirasakan oleh petani desa Cimerah dan daerah sekitar Singaparna sangat
berat.
3. Terjadinya penipuan terhadap wanita-wanita dan
gadis-gadis yang dijanjikan akan disekolahkan di Tokyo, sehingga banyak yang mendaftarkan diri. Tapi
sebenarnya wanita-wanita tersebut dikirim ke daerah pertempuran seperti Birma
dan Malaya untuk menghibur tentara-tentara Jepang.
Pemberontakan Pertama
Pada tahun 1943 K.H.Z. Mustofa bersama para pengikutnya
mulai menyusun rencana untuk mengadakan perlawanan. Tapi Jepang yang tidak
pernah lepas perhatiannya terhadap mereka sudah dapat mengetahui rencana
tersebut. Rencana tersebut akan dimulai kira-kira tanggal 25 Februari 1944,
untuk melaksanakannya mereka mempersiapkan diri dengan sangat sederhana, mereka
akan hanya bermodalkan bambu runcing dan golok-golok dari bambu. Tetapi itu
tidak membuat mereka menyerah karena para santri-santri di pesantren Sukamarnah
pun mulai berlatih untuk bela diri. Pemerintah Jepang mengetahui kegiatan
tersebut dari mata-matanya dan ingin melakukan penyerangan, maka santri-santri
di pesantren Sukamarnah bersiap-siap jika Jepang menyerang secara tiba-tiba.
Pemimpin dari kelompok Sukamarnah adalah ; Domon,
Abdulhakim, Najamudin, dan Ajengan Subki, sedangkan kepala dari pesantren
tersebut adalah K.H.Z Mustafa dan di bantu dengan wakilnya Najamuddin. Pada
tanggal 24 Februari satu hari sebelum terjadinya peristiwa Jepang mengirim satu
utusannya goto-sidokan dari kepolisian Tasikmalaya dengan beberapa Keiboho
Indonesia untuk melakukan perundingan dengan K.H.Z Mustofa. Goto-Sidokam
disuruh kembali ke Tasikmalaya untuk menyampaikan pesan ultimatum dari K.H.Z
Mustofa kepada Jepang yang berisi bahwa pada tanggal 1 Maulid Jepang harus
memerdekakan pulau Jawa atau akan ada terjadi pertempuran.
Keesokan harinya rombongan jepang datang ke Sukamarnah untuk
menemui K.H.Z Mustofa untuk mengadakan perundingan, mereka adalah Kompeitaico Tasikmalaya, Kompeitaico Garut.
Tetapi karena sikap mereka yang dirasa Ajengan Najmuddin dan kawan-kawan
tidak baik dengan terpaksa mereka para Santri Sukamarnah melakukan kekerasan
jug walau kepada bangsanya. Karena sudah terkepung oleh para santri Jepang
menyerahkan semua senjatanya dan ditahan sehari semalam, setelah satu hari
berlalu baru lah petugas-petugas santri mengizinkan Jepang pulang.
Pemberontakan Kedua
25 Februari 1944 pada hari jum’at khotbah terakhir dari
K.H.Z telah disampaikan dan saat itu juga terdengar suara kendaraan menghampiri
pesantren. Salah satu dari keempat opsir jepang melambaikan tangan ke Mustofa
dengan maksud memanggil Mustofa, Opsir-opsir jepang itu datang dengan maksud
menyampaikan bahwa Sukamanah tidak mau bekerja sama dengan Jepang dan tidak mau
menurut perintah negara untuk menghadap ke Tasikmalaya. Mustofa menjawab dengan
singkat bahwa dia akan datang besok untuk mengembalikan senjata api dengan
ganti, kepala tuan dari empat opsir itu tinggal di Sukamanah. Karena santri
sukamanah emosi mendengarnya mereka mulai menyerang 4 opsir jepang itu, 3 opsir
mati dan satunya lagi melarikan diri.
Setelah kejadian itu keadaan mulai tenang dan K.H.Z Mustofa
mulai menyiapkan siasa-siasat bahwa jepang pasti akan melakukan perlawanan.
Pasukan Sukamanah berkekuatan 2000 orang itu diletakkan di kampung Cihaur yang
dipimpin oleh Najjamuddin. K.H.Z berpesan agar tidak ada perang dengan bangsa sendiri,
ketika pukul lebih kurang 16:00 santri melihat truk yang mendekati garis
pertahanan Sukamanah, lalu santri paling depan melaporkan kepada K.H.Z Mustofa
bahwa mereka adalah bangsa kita, Jepang menggunaka taktik adu domba antara
bangsa sendiri.
Tetap saja K.H.Z Mustofa mengatakan untuk menghindari
perlawan dengan bangsa sendiri, tetapi Jepang sudah meluncurkan senjatanya ke
santri Sukamanah dan menghujam sebagian dari mereka dan pada saat itulah perang
antar bangsa tidak dapat dihindari. Kira-kira pukul 17:30 semua tempat
pertahanan Sukamanah sudah hancur dan banyak santri yang tewas. Sedangkan K.H.Z
Mustofa ditawan dan dibawa ke Kompeitai Tasikamalaya.
Akhir Pemberontakan
Setelah pertempuran selesai
K.H.Z Mustofa menyuruh santri-santrinya untuk mundur dan menyelamatkan diri,
sedangkan Jepang menghancurkan pesantren tersebut. Pada tanggal 26 Februari
1944 penjara Tasikmalaya sudah dipenuhi ole 700-800 tahanan. Pada tanggal 27
Februari 1944 datang instruksi rahasia dari K.H.Z Mustofa ke penjara tersebut
untuk menyampaikan pesan kepada santri-santrinya. Pada tanggal 29 Februari 1944
diadakan pemeriksaan sampai 3 bulan kedepan, dan pada pertengahan Mei 1944 hasilnya keluar ;
1.
Golongan yang tidak bersalah (dikembalikan ke kampung masing-masing)
2.
Golongan yang mempunyai sangkut paut dengan pemberontakan tetapi tidak
aktif ( dikenai hukuman 5-7 tahun, orang yang ada di golongan ini ada 79 orang)
3.
Pimpinan pemberontakan dan mereka yang dituduh aktif dalam pembunuhan
opsir-opsir jepang dan ikut aktif dalam
pertempuran melawan pasukan bersenjata Dai Nippon. ( ada 23 orang
termasuk K.H.Z Mustofa)
Para santri yang gugur dalam
pertempuran berjumlah 86 orang. Meninggal di Singaparna karena disiksa sebanyak
4 orang. Meninggal di penjara Tasikmalaya karena disiksa sebanyak 2 orang.
Hilang tak tentu rimbanya (kemungkinan besar dibunuh tentara Jepang), termasuk
K.H. Zaenal Mustofa, sebanyak 23 orang. Meninggal di Penjara Sukamiskin Bandung
sebanyak 38 orang, dan yang mengalami cacat (kehilangan mata atau ingatan) sebanyak
10 orang. Para santri ini tidak memiliki apa-apa untuk memperjuangkan
kemerdekaan negeri ini, kecuali darah, kerja keras, air mata, dan keringat.
Perlu dijelaskan pula bahwa sehari setelah
peristiwa itu, antara 700-900 orang ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara
di Tasikmalaya. Yang sangat penting adalah instruksi rahasia dari K.H. Zaenal
Mustofa kepada para santri dan seluruh pengikutnya yang ditahan, yaitu agar
tidak mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang, termasuk dalam
kematian para opsir Jepang, dan pertanggungjawaban tentang pemberontakan
Sukamanah dipikul sepenuhnya oleh K.H. Zaenal Mustofa.
Akibatnya memang berat. Sebanyak 23 orang yang
dianggap bersalah, termasuk K.H. Zaenal Mustofa, dibawa ke Jakarta untuk
diadili. Namun mereka hilang tak tentu rimbanya. Kemungkinan besar mereka
dibunuh. Korban lainnya, seperti telah disebutkan di atas dan sekitar 600-an
orang dilepas, karena dianggap tidak terlibat.Sebagai tanda untuk menghormati
K.H.Z Mustofa dibuat, sekarang di
Sukamanah telah didirikan SD dan PGAN dengan memakai nama K.H.Z Mustofa.
By : Fellingga,
Fakhruni, Gloria, Kevin, Felix
Informasi yang dicantumkan dalam artikel sudah cukup lengkap dan sesuai dengan kriteria penilaian karena mencangkup 4W+1H. Good job Lingga
BalasHapusmantap! terimakasih...
BalasHapus